![]() |
SAS Institute Dorong Pemerintah dan Ormas Keagamaan Tanggulangi Kekerasan |
Direktur Said Aqil Siroj (SAS) Institute, M Imdadun Rahmat mendorong pemerintah dan organisasi sosial keagamaan agar bersama-sama untuk menanggulangi kekerasan.
"Pemerintah dan masyarakat harus kerja bersama terkait dengan soal ini," kata Imdad kepada NU Online di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (25/9), merespons tindakan kekerasan yang menghilangkan nyawa suporter sepak bola.
Menurutnya, pemerintah dalam menanggulangi kekerasan bisa melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama dengan cara memasukkan nilai-nilai tentang kemanusiaan, toleransi dan anti-kekerasan dalam kurikulumnya. Begitu juga lembaga atau organisasi keagamaan harus menanamkan nilai-nilai luhur, seperti toleransi kepada masyarakat.
"Lembaga pendidikannya dan lembaga agama harus sejak dini mengembangkan spirit kasih sayang, spirit perdamaian," jelasnya.
Ia mengatakan, seseorang atau sekelompok orang mudah melakukan kekerasan disebabkan menurunnya nilai-nilai dan karakter bangsa di dalam kehidupan bermasyarakat. "Ini bukan masalah sepak bola, menurut saya. Ini masalah karakter dan nilai-nilai bangsa (yang menurun)," ucapnya.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya karakter dan nilai-nilai bangsa seperti toleransi ditumbuhkan di tengah-tengah masyarakat untuk menanggulangi kekerasan.
"Kita harus ganti budaya kekerasan menjadi budaya damai, budaya menghargai orang, menghargai martabat orang, menghargai hak hidup orang, menghargai keyakinan orang, menghargai pilihan politik, pilihan hobi dan sebagainya. Stop budaya kekerasan," terangnya.
SUMBER: NU.Online 25 September 2018/ 23:00 WIB
"Pemerintah dan masyarakat harus kerja bersama terkait dengan soal ini," kata Imdad kepada NU Online di Gedung PBNU, Jakarta Pusat, Selasa (25/9), merespons tindakan kekerasan yang menghilangkan nyawa suporter sepak bola.
Menurutnya, pemerintah dalam menanggulangi kekerasan bisa melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama dengan cara memasukkan nilai-nilai tentang kemanusiaan, toleransi dan anti-kekerasan dalam kurikulumnya. Begitu juga lembaga atau organisasi keagamaan harus menanamkan nilai-nilai luhur, seperti toleransi kepada masyarakat.
"Lembaga pendidikannya dan lembaga agama harus sejak dini mengembangkan spirit kasih sayang, spirit perdamaian," jelasnya.
Ia mengatakan, seseorang atau sekelompok orang mudah melakukan kekerasan disebabkan menurunnya nilai-nilai dan karakter bangsa di dalam kehidupan bermasyarakat. "Ini bukan masalah sepak bola, menurut saya. Ini masalah karakter dan nilai-nilai bangsa (yang menurun)," ucapnya.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya karakter dan nilai-nilai bangsa seperti toleransi ditumbuhkan di tengah-tengah masyarakat untuk menanggulangi kekerasan.
"Kita harus ganti budaya kekerasan menjadi budaya damai, budaya menghargai orang, menghargai martabat orang, menghargai hak hidup orang, menghargai keyakinan orang, menghargai pilihan politik, pilihan hobi dan sebagainya. Stop budaya kekerasan," terangnya.
SUMBER: NU.Online 25 September 2018/ 23:00 WIB
0 komentar:
Posting Komentar